Satker PBL Papua Mendorong Penataan Ruang Wilayah Berbasis Kearifan Lokal
Dalam rangka Pembinaan Teknis penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung, Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum melalui Satker PBL Papua menyelenggarakan Seminar Nasional bertema Menata Wajah Kota yang Moderen Berbasis Kearifan Lokal sebagai Perwujdan Jati Diri Bangsa dan Workshop Pengelolaan Rumah Negara Golongan III dan Pelatihan Penyusunan HSBGN di Aula Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Provinsi Papua, Kota Jayapura, Selasa (10/06/2014).
Gubernur Provinsi Papua yang diwakili oleh Sekda Provinsi Papua Hery Dosinaen mengatakan, di dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002, terjadi perubahan dimana peran Pemerintah Daerah lebih diutamakan sebagai pelaksana pembangunan.
“Sesuai dengan hal tersebut, Pembinaan Teknis penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung merupakan tugas dari Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan, pembinaan dan standarisasi teknis bangunan gedung termasuk pengelolaan gedung dan rumah negara serta penataan kawasan/lingkungan,” ungkap Hery.
Visi pembangunan ke-Cipta Karya-an ditujukan kepada terwujudnya permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan melalui penyediaan infrastruktur yang handal dalam pengembangan permukiman, pengembangan sistem air minum, pengembangan penyehatan lingkungan permukiman dan penataan bangunan dan lingkungan.
“Oleh karena itu, Kementerian PU Direktorat Jenderal Cipta Karya Dit. PBL bekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua telah menyediakan fasilitas layanan publik yaitu Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) Papua untuk memberikan kemudahan layanan dan akses untuk mendapatkan informasi kepada berbagai unsur diantaranya perencana, pelaksana, pengusaha bahan bangunan, pihak pemerintah, masyarakat serta kalangan akademisi,” tutur Hery.
Hery merespons positif hal tersebut, karena dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah, dunia usaha, kalangan akademisi, masyarakat dalam penanganan penataan tata bangunan dan lingkungan kawasan perkotaan dan mewujudkan konsep lingkungan hijau sesuai dengan kearifan lokal.
Meski demikian, diakui Sekda Hery Dosinaen, regulasi yang menjadi referensi daerah dalam melaksanakan semua aktifitas pembangunan berbanding terbalik dengan kondisi obyektif yang ada.
“Untuk itu saya mengharapkan kita semua, narasumber, khususnya para mahasiswa untuk mengemas regulasi-regulasi yang tersedia dan merupakan breakdown dari regulasi teknis, sehingga semua aktifitas termasuk kegiatan pembangunan yang ada di atas tanah ini dapat terselesaikan dengan kondisi obyektif,” ujar Hery.(paul_randalckpapua/ari)